Pages

Sabtu, 19 Juni 2010

Eksotisnya Bukit Berbunga



Bukit berbunga sebenarnya hanyalah sebuah julukan popular yang diberikan pecinta wisata Kota Batu kepada suatu desa yang bernama Sidomulyo, kecamatan Bumiaji, Kota Batu. Sekitar 10 km dari pusat kota.

Wisata Alam yang satu ini memang bikin mata setiap pecinta bunga ga bisa berpaling. Namanya saja Bukit berbunga, ya, suatu Bukit dengan hamparan ribuan bunga bisa kita nikmati di sini. Kawasan Bukit berbunga pada awalnya adalah sebuah desa dengan mayoritas penduduknya menanam bunga sebagai mata pencahariannya. Kemudian ada suatu lahan kosong di kawasan berupa perbukitan, digunakan sebagai lahan budidaya berbagai macam jenis bunga, baik dalam green house, maupun di alam terbuka. Dari situlah, akhirnya semakin banyak bunga yang dibudidayakan penduduk setempat. Bahkan jika anda melewati setiap ruas jalan, hampir di setiap depan rumah anda akan menemui beragam bunga yang ditanam dalam pot ataupun polybag. Hmmm, kira – kira bunga apa saja yang ditanam di kawasan ini yah?



Yup, hampir semua jenis bunga hias bisa anda temukan di sini. Mawar, baik yang bermahkota lebar maupun kecil, Star Blue, Anggrek yang eksotis, Kaktus imut, si cantik Loksinea, lavender nan wangi, bahkan berbagai jenis anthurium yang sempat booming beberapa tahun yang lalu ada di sini, dan sebagainya. Mending, kesana sendiri aja deh, kalo penulis sebutin semua, percuma, anda tambah bingung nantinya. Bukankah bunga hanya bisa dinikmati bila melihat langsung, hoho. Jika hanya bisa menikmati dengan melihat saja, itu kurang seru non. Lho, kenapa?iya, karena disamping kita bisa membeli bunga hias dengan harga murah, atau hanya melihat – lihat saja (hmmm, pliss deh) kita juga bisa lho melihat cara pembudidayaan bunga – bunga tersebut. Petani akan dengan senang hati memberi kita sedikit tips trik merawat dan membudidayakan bunga cantik kita. Disamping itu, dari kawasan Bukit Berbunga, kita bisa melihat indahnya view sebagian Kota Malang dari ketinggian kurang lebih 450 m dpl, keren khan. Cocok buat tempat merayu sang pujaan hati, hoho.

Masih belum puas menikmati keindahan bunga di kawasan Bukit Berbunga. Nah, anda bisa saja terus menelusuri jalan utama Bukit Berbunga ke arah selatan. Anda akan sampai di desa bernama Kapru, disini terdapat balai penelitian tanaman juga lho.

Kamis, 17 Juni 2010

Pasar Comboran, Bursa Barang Murah



Jika tempat hunting buku bekas di Wilis, maka, tempat hunting barang – barang bekas lainnya di Comboran. Penulis tidak mengetahui secara pasti kenapa disebut ”Comboran”. Yang jelas, tempat fenomenal ini terletak di sepanjang jalan Irian Jaya, Tanimbar, dan jalan Halmahera. Comboran merupakan tempat yang terkenal seantero Jawa Timur, bahkan, seorang teman yang berasal dari Jakarta pun pernah bertanya tentang comboran pada penulis, saat membicarakan kota Malang. Misal, anda kebingungan saat motor kesayangan anda rusak akibat kecelakaan. Beli spare part atau acsessoris di ATPM terlalu mahal, nah, di Comboranlah anda akan menemukan solusi. Ada apa sih di Comboran?

Jika harus menjawab pertanyaan diatas, agaknya penulis kesulitan dalam menyebutkan satu persatu. Ya, sangat banyak sekali barang yang diperdagangkan di daerah ini. Mulai dari yang terbanyak, yaitu aksesoris mobil – motor bekas, helm, barang elektronik bekas, pakaian bekas, perlengkapan olahraga, perlengkapan dapur, mainan anak – anak, bahkan sampai baut dan obeng pun bekas, hmmmm. Sampai – sampai banyak yang beranggapan,bahwa jika ada orang yang kemalingan atau motornya dicuri orang, maka cara mencarinya mudah, ya! Di Comboran, tapi pemilik tidak akan menemukan wujud asli motornya lagi, melainkan berupa pretelan atau part – partnya saja. Walaupun belum teruji kebenarannya, tetapi banyak masyarakat Kota Malang beranggapan demikian. Wow! Yah, memang masuk akal sih, kadang – kadang penulis juga berpikir, kenapa banyak sekali barang bekas yang dijual mereka yah, masih berfungsi dengan baik pula. Lantas darimana mereka mendapatkan itu semua? Dari pengepul rongsokan?Dari pemilik langsung yang menjual?Who knows.
Terlepas entah dari mana barang – barang itu semua, yang pasti, jika anda sempat sekali saja turun dari kendaraan anda untuk melihat – lihat stand yang berjajar di sepanjang jalur kereta api pertamina ini, dapat dipastikan, anda akan menemukan sesuatu yang anda minati untuk dibeli, entah apapun itu. Tidak percaya? Coba saja.

Walau Comboran lebih terkenal dengan barang bekasnya, tetapi banyak juga barang yang baru. Kebanyakan barang baru tersebut berupa tool bengkel dan rumah tangga. Dan tentu saja, dijual dengan harga jauh lebih murah dari harga toko. Entah kenapa demikian, mungkin karena barang tersebut bajakan alias aspal. Tetapi, walaupun aspal, berdasarkan pengalaman penulis, tool – tool tersebut tetap bisa digunakan sebagaimana barang aslinya,tidak ada bedanya selain lifetime dan garansi tentunya.

Puas membeli berbagai keperluan anda, lapar dan haus pasti mendera (bagaimana ndak haus mas, lha wong Comboran itu panjangnya 500 meter). Jangan kuatir, anda tidak perlu capek – capek bawa bekal dari rumah ( karena ingin berhemat, atau terlalu pelit, hehe). Cukup dengan uang Rp1500 anda bisa mendapatkan sebiji buah kelapa muda atau degan hijau asli, tinggal pilih sendiri, dijamin langsung mak nyus. Stand yang menjual es degan ini terletak di deretan paling utara di persimpangan jalan Tanimbar dan Halmahera, atau tepatnya di pojok kanan depan Pasar Baru Comboran. Atau anda juga bisa menikmati mie ayam yang sangat terkenal di kalangan siswa sekolah yang tersebar di daerah itu, ya, Mie Ayam Mek Sewu Limangatus (Mie Ayam Cuma 1500, pen) Dahulu kala bernama Mie Ayam Mek Sewe (seribu) mungkin karena harga pada naik semua, Uang saku anak sekolah naik juga, sehingga Mie Ayam tersebut ikut – ikutan naik mengimbangi inflasi uang saku anak sekolah, halah.

Masih di seputar comboran, di sepanjang jalan halmahera menuju ke Pasar Besar, tepatnya di depan Yayasan Pendidikan Petra Malang. Anda akan menemukan banyak sekali sepeda – sepeda yang diparkir di pinggir jalan. Bukan, ini bukan acara fun bike, tetapi sepeda – sepeda tersebut memang dijual. Ada yang bekas maupun yang masih bungkusan alias baru (tapi penulis gak yakin itu baru j). Dari harga yang ratusan ribu sampai yang jutaan, ada di sini. Dari sepeda gunung, sepeda onthel, MTB, BMX, sepeda mini sampai yang super mini (untuk balita) pun ada.

Oke Backpackers, happy hunted!

Rabu, 09 Juni 2010

Wilis Book Store Center


Wilis Book Store Center

Dahulu tempat berburu buku bekas ini berlokasi di jalan Majapahit disebut juga “Splendit”, tepatnya di selatan Balai Kota. Akan tetapi karena keberadaannya tekesan semrawut, dan berada di trotoar jalan, maka oleh pemerintah kota Malang direlokasi di Jalan Wilis, sebuah jalan arteri yang terletak di barat Museum Brawijaya. Jalan Wilis bisa diakses melalui jalan Kawi, Jalan Ijen atau Jalan Galunggung. Hmmm, mungkin pembaca berpikiran apakah toko buku – toko buku ini seperti di Jalan Kwitang, Jakarta? Yup, memang mirip secara konsep, tetapi berdasar pengalaman penulis, buku – buku bekas di Wilis, lebih bervariasi daripada di Kwitang. Pemburu pun akan merasa lebih nyaman dengan tempat yang bersih dan teratur, serta tentu saja, adem. Nah, buku apa aja sih yang bisa kita dapat di Wilis? Hmmm, pertanyaan yang hampir pasti akan dijawab kompak oleh pemburu buku klasik maupun best seller : Semuanya! Ya! Semuanya!

Ada sekitar 20 kios berada di Wilis Book Store Center, beberapa jenis buku dijual di sini, diantaranya : majalah, komik, novel novel terkenal, ensiklopedia, buku keagamaan, buku pendidikan (mulai dari TK sampai perguruan tinggi), bahkan, buku – buku impor pun kadang sempet mampir di tempat ini, Wow! Untuk kolektor buku klasik, dengan sedikit kesabaran, pasti akan menemukan buku – buku jadul incaran. Bahkan, penulis sempat menemukan buku impor jadul berjudul ”Neutron” yang membahas tentang Fisika Nuklir dan Akselerator elektron pertama di dunia karangan orang Rusia berbahasa Inggris terbitan Moscow abad ke 18 dengan kondisi masih lengkap, walaupun dengan warna kertas yang ”khas” klasik, sedikit kekuning – kuningan. Buku ini penulis tebus dengan harga hanya cemban alias sepuluh ribu rupiah saja (dengan memenangkan negosiasi alot tentunya, hehe). Atau buku keren ”The Starbucks Experience” original seharga hanya 25 ribu. Atau komik – komik hentai? Hehe, hush! Off the record ker!

Sayangnya banyak buku – buku yang mereka jual, sepertinya melanggar hak cipta, banyak buku mahal yang di foto kopi dengan sangat profesional, berwarna, lengkap dengan hard cover, umumnya adalah buku materi kuliah. Tetapi, terlepas dari pelanggaran hak cipta, tentu harganya akan lebih bersahabat, apalagi buku materi kuliah. Jangankan untuk beli buku kuliah asli, untuk rokok saja masih ngecer (xixi, teringat saat kuliah dulu, lol), hikmahnya, kita bisa lebih pinter kan? (hoho, pembelaan). Untuk para book hunter yang masih pertama kali datang ke tempat ini, mungkin akan sedikit kesulitan dalam mencari buku incarannya. Oke deh, berikut ini sedikit tips untuk anda :
1. Sediakan uang receh minimal 700 rupiah (ini untuk uang parkir, hehe).
2. Cari kios yang kira – kira menjual kategori buku yang anda incar, beberapa diantaranya ada yang mengkhususkan sendiri kios buku mereka, misalnya yang hanya menjual buku pendidikan saja, keagamaan, majalah dan komik bekas, penjual buku – buku terbaru saja, dsb.
3. Jika sudah mendapatkan buku incaran, jangan menampakkan antusiasme yang terlalu tinggi, biasanya penjual yang ulung akan mendeteksi hal ini, dan menjadikan buku incaran anda bernilai jual tinggi (karena anda sangat menginginkan buku tsb). Bernegosiasilah atau istilahnya tante saya menawarlah. Dengan harga minimal 50 % dari harga yang ditawarkan( Harga yang ditawarkan mereka pun biasanya maximal 75% dari toko buku resmi, walapun buku itu baru ), dengan sedikit sikap acuh, naikkan sedikit – demi sedikit penawaran anda 10%, jika penawaran sudah mencapai 75 % dari harga awal tetapi tidak ada kesepakatan, maka segeralah untuk berpaling, jangan memegang buku terlalu lama, karena penjual akan mendeteksi hal ini. Mulailah berjalan, biasanya penjual akan melepas buku tsb dengan penawaran terakhir anda ini. Ingat! 75% or never!
4. Jika anda mencari buku tua dan klasik, maka anda harus sedikit sabar. Kebanyakan penjual tidak mengetahui tentang apa yang anda inginkan, karena kebanyakan buku – buku tua itu ditumpuk begitu saja. Di Wilis, buku – buku tua biasanya ditumpuk pada bagian depan kios, pembeli dapat mencari sendiri buku – buku tua tersebut.
5. Kalau buku yang kita cari tidak ketemu juga bagaimana donk?Hey, pliss deh, malu bertanya sesat di jalan. Cara terefektif untuk mencari buku incaran anda adalah ”Bertanya” pada setiap penjual di sana, tentunya akan lebuih efektif jika menerapkan tips nomer 2 diatas.

Oke, itulah sedikit tips untuk mencari buku incaran di Wilis dengan harga murah. Satu lagi yang menarik, yaitu anda bisa mendapatkan buku dengan barter! Jadi anda menukar sejumlah buku bekas anda dengan sebuah buku yang ada di sana. Tentu saja penjual akan menganalisa dulu nilai jual dari buku yang anda barter, buku - buku best seller keluaran setidaknya 5 tahun terakhir atau buku pelajaran dengan kurikulum terbaru, nilai jualnya masih tinggi.
Anda lelah, lapar, dan haus? Tenang! Dengan berjalan kaki sekitar 500 meter atau naik angkot dengan codename LG yang melewati Wilis, anda sudah tiba di wisata kuliner malang Jalan Pulosari. Kita akan membahas Pulosari di artikel lain blog ini.

Katakanlah anda tidak mau keluar uang lebih untuk mendapat informasi dari buku (dasar orang pribumi, ckckck, maunya gratisss mlulu). Anda masih bisa menikmati koleksi buku di perpustakaan yang tersebar di Kota Malang, baik yang comersial, maupun yang non provit seperti Perpustakaan Umum Kota Malang atau perpustakaan kampus, yang sangat lengkap. Mengenai Perpustakaan di Kota Malang, akan dibahas lebih rinci di bagian lain dalam Blog ini.

Jika Anda kesulitan menemukan Jalan Wilis, silahkan Klik disini atau lihat di peta Kota Malang update terbaru yang telah kami sediakan di bagian lain Blog ini. Jika tetep nggak bisa, hmmmm, pliss deh! masak diberi tahu lagi, Google Earth donk!

Selamat berburu!

Selasa, 08 Juni 2010

SEJARAH KOTA MALANG


Berikut ini sejarah singkat Kota Malang, dikutip dari Wikipedia dan Situs Resmi Pemkot Malang.

Wilayah cekungan Malang telah sejak masa purbakala menjadi kawasan pemukiman. Banyaknya sungai yang mengalir di sekitar tempat ini membuatnya cocok sebagai kawasan pemukiman. Wilayah Dinoyo dan Tlogomas diketahui merupakan kawasan pemukiman prasejarah.[1] Selanjutnya, berbagai prasasti (misalnya Prasasti Dinoyo), bangunan percandian dan arca-arca, bekas-bekas pondasi batu bata, bekas saluran drainase, serta berbagai gerabah ditemukan dari periode akhir Kerajaan Kanjuruhan (abad ke-8 dan ke-9) juga ditemukan di tempat yang berdekatan.[1][2]
Nama "Malang" sampai saat ini masih diteliti asal-usulnya oleh para ahli sejarah. Para ahli sejarah masih terus menggali sumber-sumber untuk memperoleh jawaban yang tepat atas asal-usul nama "Malang". Sampai saat ini telah diperoleh beberapa hipotesa mengenai asal-usul nama Malang tersebut. Malangkucecwara yang tertulis di dalam lambang kota itu, menurut salah satu hipotesa merupakan nama sebuah bangunan suci. Nama bangunan suci itu sendiri diketemukan dalam dua prasasti Raja Balitung dari Jawa Tengah yakni prasasti Mantyasih tahun 907, dan prasasti 908 yakni diketemukan di satu tempat antara Surabaya-Malang. Namun demikian dimana letak sesungguhnya bangunan suci Malangkucecwara itu, para ahli sejarah masih belum memperoleh kesepakatan. Satu pihak menduga letak bangunan suci itu adalah di daerah gunung Buring, satu pegunungan yang membujur di sebelah timur kota Malang dimana terdapat salah satu puncak gunung yang bernama Malang. Pembuktian atas kebenaran dugaan ini masih terus dilakukan karena ternyata, disebelah barat kota Malang juga terdapat sebuah gunung yang bernama Malang. Pihak yang lain menduga bahwa letak sesungguhnya dari bangunan suci itu terdapat di daerah Tumpang, satu tempat di sebelah utara kota Malang. Sampai saat ini di daerah tersebut masih terdapat sebuah desa yang bernama Malangsuka, yang oleh sebagian ahli sejarah, diduga berasal dari kata Malankuca yang diucapkan terbalik. Pendapat di atas juga dikuatkan oleh banyaknya bangunan-bangunan purbakala yang berserakan di daerah tersebut, seperti Candi Jago dan Candi Kidal, yang keduanya merupakan peninggalan zaman Kerajaan Singasari. Dari kedua hipotesa tersebut di atas masih juga belum dapat dipastikan manakah kiranya yang terdahulu dikenal dengan nama Malang yang berasal dari nama bangunan suci Malangkucecwara itu. Apakah daerah di sekitar Malang sekarang, ataukah kedua gunung yang bernama Malang di sekitar daerah itu. Sebuah prasasti tembaga yang ditemukan akhir tahun 1974 di perkebunan Bantaran, Wlingi, sebelah barat daya Malang, dalam satu bagiannya tertulis sebagai berikut : “………… taning sakrid Malang-akalihan wacid lawan macu pasabhanira dyah Limpa Makanagran I ………”. Arti dari kalimat tersebut di atas adalah : “ …….. di sebelah timur tempat berburu sekitar Malang bersama wacid dan mancu, persawahan Dyah Limpa yaitu ………” Dari bunyi prasasti itu ternyata Malang merupakan satu tempat di sebelah timur dari tempat-tempat yang tersebut dalam prasasti itu. Dari prasasti inilah diperoleh satu bukti bahwa pemakaian nama Malang telah ada paling tidak sejak abad 12 Masehi. Hipotesa-hipotesa terdahulu, barangkali berbeda dengan satu pendapat yang menduga bahwa nama Malang berasal dari kata “Membantah” atau “Menghalang-halangi” (dalam bahasa Jawa berarti Malang). Alkisah Sunan Mataram yang ingin meluaskan pengaruhnya ke Jawa Timur telah mencoba untuk menduduki daerah Malang. Penduduk daerah itu melakukan perlawanan perang yang hebat. Karena itu Sunan Mataram menganggap bahwa rakyat daerah itu menghalang-halangi, membantah atau malang atas maksud Sunan Mataram. Sejak itu pula daerah tersebut bernama Malang. Timbulnya Kerajaan Kanjuruhan tersebut, oleh para ahli sejarah dipandang sebagai tonggak awal pertumbuhan pusat pemerintahan yang sampai saat ini, setelah 12 abad berselang, telah berkembang menjadi Kota Malang. Setelah kerajaan Kanjuruhan, di masa emas kerajaan Singasari (1000 tahun setelah Masehi) di daerah Malang masih ditemukan satu kerajaan yang makmur, banyak penduduknya serta tanah-tanah pertanian yang amat subur. Ketika Islam menaklukkan Kerajaan Majapahit sekitar tahun 1400, Patih Majapahit melarikan diri ke daerah Malang. Ia kemudian mendirikan sebuah kerajaan Hindu yang merdeka, yang oleh putranya diperjuangkan menjadi satu kerajaan yang maju. Pusat kerajaan yang terletak di kota Malang sampai saat ini masih terlihat sisa-sisa bangunan bentengnya yang kokoh bernama Kutobedah di desa Kutobedah. Adalah Sultan Mataram dari Jawa Tengah yang akhirnya datang menaklukkan daerah ini pada tahun 1614 setelah mendapat perlawanan yang tangguh dari penduduk daerah ini.
Seperti halnya kebanyakan kota-kota lain di Indonesia pada umumnya, Kota Malang modern tumbuh dan berkembang setelah hadirnya administrasi kolonial Hindia Belanda. Fasilitas umum direncanakan sedemikian rupa agar memenuhi kebutuhan keluarga Belanda. Kesan diskriminatif masih berbekas hingga sekarang, misalnya [[Ijen Boullevard]] dan kawasan sekitarnya. Pada mulanya hanya dinikmati oleh keluarga-keluarga Belanda dan Bangsa Eropa lainnya, sementara penduduk pribumi harus puas bertempat tinggal di pinggiran kota dengan fasilitas yang kurang memadai. Kawasan perumahan itu sekarang menjadi monumen hidup dan seringkali dikunjungi oleh keturunan keluarga-keluarga Belanda yang pernah bermukim di sana.
Pada masa penjajahan kolonial Hindia Belanda, daerah Malang dijadikan wilayah "Gemente" (Kota). Sebelum tahun 1964, dalam lambang kota Malang terdapat tulisan ; “Malang namaku, maju tujuanku” terjemahan dari “Malang nominor, sursum moveor”. Ketika kota ini merayakan hari ulang tahunnya yang ke-50 pada tanggal 1 April 1964, kalimat-kalimat tersebut berubah menjadi : “Malangkucecwara”. Semboyan baru ini diusulkan oleh almarhum Prof. Dr. R. Ng. Poerbatjaraka, karena kata tersebut sangat erat hubungannya dengan asal-usul kota Malang yang pada masa Ken Arok kira-kira 7 abad yang lampau telah menjadi nama dari tempat di sekitar atau dekat candi yang bernama Malangkucecwara.
Kota malang mulai tumbuh dan berkembang setelah hadirnya pemerintah kolonial Belanda, terutama ketika mulai di operasikannya jalur kereta api pada tahun 1879. Berbagai kebutuhan masyarakatpun semakin meningkat terutama akan ruang gerak melakukan berbagai kegiatan. Akibatnya terjadilah perubahan tata guna tanah, daerah yang terbangun bermunculan tanpa terkendali. Perubahan fungsi lahan mengalami perubahan sangat pesat, seperti dari fungsi pertanian menjadi perumahan dan industri.
• Tahun 1767 Kompeni Hindia Belanda memasuki Kota
• Tahun 1821 kedudukan Pemerintah Belanda di pusatkan di sekitar kali Brantas
• Tahun 1824 Malang mempunyai Asisten Residen
• Tahun 1882 rumah-rumah di bagian barat Kota di dirikan dan Kota didirikan alun-alun di bangun.
• 1 April 1914 Malang di tetapkan sebagai Kotapraja
• 8 Maret 1942 Malang diduduki Jepang
• 21 September 1945 Malang masuk Wilayah Republik Indonesia
• 22 Juli 1947 Malang diduduki Belanda
• 2 Maret 1947 Pemerintah Republik Indonesia kembali memasuki Kota Malang.
• 1 Januari 2001, menjadi Pemerintah Kota Malang.